Sunday 16 January 2011

Birokrasi Indonesia, Sarang para Penyamun

Ditulis oleh Al Afdal Permana

          Berkaca dengan apa yang terjadi di birokrasi Indonesia, maka tidak salah kalau birokrasi Indonesia layak disebut sebagai sarang penyamun. Tergambar dari pencitraan Indonesia sebagai basisnya para koruptor. Data dan fakta membuktikan hal itu, Indonesia tidak hanya dikenal di kancah asia bahkan internasional sebagai negara yang memilki track record yang bagus dan rating yang tinggi dalam aspek tindakan penyelewengan alias korupsi ditambah lagi buruknya citra birokrasinya. 
 
          Korupsi sebagai tindakan haram berkembang dan muncul sebagai paradigma dalam birokrasi Indonesia dan menjangkit dalam berbagai tingkatan pemerintahan baik pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah serta lembaga/ institusi di Indonesia. Perkembangan paradigma ini jarang sekali mengalami krisis atau anomalis di Indonesia karena tekanan terhadap korupsi di Indonesia akan sulit dilakukan sebab perkembangan korupsi memiliki sisi historis yang telah mengakar secara sistemik dalam mindset para elit-elit politik dan birokrat. Maka pendefinisian administrasi negara oleh Jay M. Shafritz dan E. W. Russel bahwa Public Administrations is Mickey Mouse benar-benar marak terjadi di Indonesia, sebagai bentuk akal-akalan para elite-elite politik/ birokrat untuk mencari keuntungan pribadi ataupun golongan. Bentuk akal-akalan ini dapat diamati dari APBN dan APBD yang dijalankan setiap tahun anggaran. Dari tahun-ketahun selalu terjadi pembengkakkan anggaran dan peningkatan anggaran. Jelas bahwa penyusunan APBN/APBD disusun tanpa strategic vision yang jelas dan bijaksana sehingga tak jarang dalam pelaksanaan program kegiatan akan terjadi pemborosan besar-besaran dan rawan penyelewengan.

         Tingginya kuantitas penyamun di negeri ini tak terlepas dari political will elite para birokrat yang seharusnya memberikan pelayanan kepada rakyat malahan memanfaatkan jabatan yang didudukinya untuk memprivatisasi birokrasi dalam artian menswastanisasikan birokrasi untuk mencari keuntungan pribadi ataupun golongan. Sebagai pemangku kepentingan yang mengatur pendayagunaan potensi sumber daya alam Indonesia yang kaya dan penafsir need dan demand masyarakat serta pemberian pelayanan publik, para elite malah berjamaah melakukan penyamunan terhadap lumbung-lumbung keuangan negara. “Dan mereka inilah yang setelah disumpah menjadi sampah yang seharusnya mengurus malah menguras”.
 
          Birokrasi Indonesia ibarat kubangan yang siap mengotori siapa saja yang masuk kedalamnya. Dalam tubuh birokrasi ada saja “angin-angin genit” yang menelanjangi para elit-elit politik dan birokrat untuk melakukan tindakan korupsi. Padahal para elite-elite itu adalah orang-orang intelektual yang berpendidikan tinggi, sarjana-sarjana universitas ternama yang begelar doctor, professor malah terpedaya oleh rayuan-rayuan korupsi dan menjadi maling. Orang-orang awam mungkin berpendapat, “kalau hanya sekedar jadi maling untuk apa susah-susah sekolah, kuliah, hanya memeras otak menghabiskan energy dan dana. Tidak sekolahpun bisa kok jadi maling”. Oooo, mungkin para elite/ birokrat ingin mendapatkan title koruptor, title yang dianggap sebagai superioritas dan senioritas di sarang para penyamun.